Pengarang:
Yoana Dianika
Penerbit: GagasMedia
Tahun terbit:
2011
Cetakan keenam: 2012
Tebal buku:
294 halaman
Ukuran buku:
19 cm
Genre:
Mainstream romance
Sebuah
kisah cinta masa lalu yang bersemi kembali saat mereka bertemu lagi di Wina.
Namun keduanya tidak menyadari orang yang selama ini dicari ternyata berada
dekat dengannya. Beruntung sekali salah satu dari mereka menceritakan masa
lalunya. Namun sayangnya, banyak sekali halangan yang memisahkan mereka. Apakah
semesta berpihak menyatukan mereka, atau justru membuat mereka seolah tidak
mengenal satu sama lain?
Dari
awal saya melihat buku ini, saya sudah jatuh cinta pada buku yang bertempat di
Austria ini. Sampul buku serta sinopsisnya begitu menarik perhatian saya. Saat
saya membaca ceritanya, saya takjub, penggambaran tokoh dan setting sangat
detail, sehingga saya dapat membayangkannya dengan jelas. Saya juga suka dengan
gaya bahasa sang penulis, santai namun berbobot. Tetapi, ada beberapa kalimat
yang kurang efektif, sehingga sedikit membingungkan. Ada juga kata-kata yang
sebenarnya spesial, seperti ‘penuh arti’ dan ‘menggembungkan pipi’, namun tak
lagi spesial bila dipakai lebih dari satu kali dalam satu halaman. Konflik yang
diangkat pun klise. Tetapi secara keseluruhan, cerita ini bagus.
Yoana
Dianika lahir pada tanggal 18 Januari 1989. Ia menempuh pendidikan sastra
Jepang di Universitas Airlangga. Anak kedua dari tiga bersaudara ini sangat
suka berfoto dengan gaya yang unik, namun menarik. Till We Meet Again adalah novel pertamanya yang berhasil menduduki
peringkat tiga dalam lomba ‘100% Roman Asli Indonesia’.
Bagi
para pembaca yang menyukai cerita romantis, buku ini sangat dianjurkan untuk
dibaca. Terutama bagi para remaja yang tertarik untu mempelajari bahasa asing,
seperti bahasa Jerman, bahasa Jepang, dan bahasa Belanda. Buku ini mengajarkan
kita makna persahabatan, cinta, dan pengorbanan. Sampul buku ini pun menunjang
ceritanya dan sangat menarik.
Resensator:
Gita Kurnia Ardiani, kelas 9, SMP Charis National Academy, Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar